Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, saat peluncuran Suroboyo Bus di depan Gedung Siola, Surabaya, Jawa Timur, mengatakan penumpang yang akan naik kendaraan ini tidak perlu bayar.
“Cukup bawa 3 botol plastik ukuran besar atau 5 botol plastik ukuran tanggung, 10 gelas air mineral, kantong kresek, serta berbagai kemasan plastik,” tuturnya, Sabtu (7/4/2018).
Penumpang dapat menukarkan sampah plastik itu di Bank Sampah yang telah ditunjuk. Ada drop box juga di setiap halte atau di Terminal Purabaya (Bungurasih), yang telah kerja sama dengan Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya. Sampah yang telah ditukar akan diberi kartu setor sampah, untuk selanjutnya diberikan tiket naik Suroboyo Bus.
“Dengan sampah plastik, penumpang dapat keliling Surabaya selama dua jam,” ujar Risma.
Sampah-sampah yang terkumpul nantinya akan diolah oleh Bank Sampah, menjadi sesuatu yang bernilai bagi lingkungan. Ada tiga bank yang sudah kerja sama yaitu Bank Sampah Induk Surabaya, Bank Sampah Bintang Mangrove, dan Bank Sampah Pitoe.
“Ini komitmen Pemerintah Kota Surabaya untuk menanggulangi sampah plastik, yang tidak dapat hancur ratusan tahun,” terang Risma.
Hadi, warga Surabaya, mengaku senang dengan adanya transportasi massal berbayar sampah plastik ini. Warga dimudahkan dan hemat secara ekonomi. “Bagi kami yang setiap hari pulang pergi Sidoarjo-Surabaya, sangat terbantu karena tidak keluar biaya,” ujarnya.
Suroboyo Bus memiliki rute dari Terminal Purabaya di Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo, melintasi jalur utama Kota Surabaya, seperti Jalan Ahmad Yani, Jalan Wonokromo, Terminal Joyoboyo, Jalan Raya Darmo, Jalan Basuki Rahmat, Jalan Embong Malang, Jalan Blauran, Jalan Bubutan, Pasar Turi, Jalan Indrapura, dan Jalan Rajawali. Sedangkan rute sebaliknya melewati Jembatan Merah, Jalan Pahlawan, Jalan Tunjungan, Jalan Panglima Sudirman, Jalan Urip Sumoharjo, Jalan Raya Darmo, Jalan Wonokromo, Jalan Ahmad Yani dan kembali ke Terminal Purabaya.
Transportasi Massal
Sebanyak 8 unit Suroboyo Bus telah disiapkan, yang masing-masing berukuran lebar 2,4 meter dan panjang 12 meter. Armada baru ini diklaim ramah untuk penyandang disabilitas, karena memiliki desain low entry, yakni ketinggian bagian bawah pintu masuk bus sejajar dengan pedestrian.
Terdapat juga tombol khusus dekat pintu masuk, jika dipencet pintu terbuka. Asisten pengemudi bus akan membantu penyandang disabilitas masuk. Sedangkan bagian bawah pintu masuk, terdapat tuas yang jika ditarik dapat dilewati kursi roda.
“Pengemudi bus dapat menekan tombol dan alarm berbunyi, lalu pintu terbuka otomatis,” kata Irvan Wahyudrajad, Kepala Dinas Perhubungan Kota Surabaya.
Bangku penumpang terbagi dua. Merah muda bagian depan, dikhususkan perempuan. Sementara bagian belakang, bangku berwarna oranye yang diperuntukkan laki-laki. “Pemisahan area untuk meminimalisir tindak pelecehan seksual,” terangnya.
Total penumpang 67 orang, dengan 41 tempat duduk dan 26 area berdiri, yang dilengkapi pegangan. Bus ini juga dilengkapi 12 CCTV di bagian dalam dan 3 kamera di bagian luar. Suroboyo Bus beroperasi mulai pukul 6 pagi hingga 10 malam dan dilengkapi aplikasi GoBis yang dapat digunakan masyarakat untuk melihat jadwal kedatangan bus di setiap halte beserta posisinya.
Transportasi massal inijuga terintegrasi dengan sistem pengaturan lalu lintas jalan, yaitu lampu lalu lintas akan berubah hijau saat bus melintas. “Jadi, tidak berhenti karena lampu merah. Khusus anak-anak sekolah, diharapkan memanfaatkan Suroboyo Bus ini saat berangkat maupun pulang,” jelas Irvan.
Risma menambahkan, Suroboyo Bus membantu mengurangi kepadatan lalu lintas dan polusi udara, akibat bertambahnya volume kendaraan setiap tahun di Surabaya. Harusnya, jumlah armada transportasi massal seimbang dengan kendaraan pribadi.
“Perbandingan kendaraan pribadi dengan transportasi massal saat ini 75 persen berbanding 25 persen. Kalau tembus 90 persen, jalan di Surabaya akan berhenti. Idealnya 50 banding 50,” paparnya.
Pemerintah Kota Surabaya akan terus mensosialisasikan Suroboyo Bus sebagai transportasi alternatif yang nyaman, aman, dan tepat waktu. Dengan begitu, masyarakat dapat menggunakan kendaraan ini.
“Ini psikologi perkotaan dari kendaraan pribadi ke transportasi massal. Harus ada transformasi,” tandas Risma.