Warga Pulau Kapota di Desa Kapota Utara, Kecamatan Wangi-wangi Selatan, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara dikejutkan dengan ditemukannya paus terdampar di pantai yang berjarak 2 km dari pemukiman warga, Minggu (18/11/2018).
Paus dari jenis sperm whale ini ditemukan sekitar pukul 16.00 sudah dalam kondisi membusuk (kode 4). Warga yang kemudian membelah perut paus terkejut menemukan banyaknya sampah di dalam perutnya.
“Berdasarkan hasil peninjauan lapangan, jenis paus yang terdampar merupakan Paus Sperma (Physeter macrocephalus) dengan ukuran panjang 9,5 meter dan lebar 437 cm dalam keadaan mati dan sudah mulai membusuk,” jelas Laode Ahyar T. Mufti, Kepala Sub Bagian Tata Usaha Balai Taman Nasional (BTN) Wakatobi ketika dihubungi Mongabay, Senin (19/11/2018).
Menurut Ahyar, keberadaan Paus terdampar itu diketahui Minggu malam dari laporan Staf WWF SESS. Berdasarkan laporan tersebut, Personil SPTN Wilayah I bersama dengan WWF SESS, Tim Dosen Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan (AKKP) Wakatobi dan masyarakat sekitar melakukan peninjauan lapangan pada Senin (19/11/2018) pagi.
Tika Sumolang, MPA and Biodiversity Officer WWF untuk Program SESS, yang langsung terjun ke lokasi menjelaskan bahwa kondisi paus sudah dipotong-potong warga ketika mereka tiba. Meski ditemukan banyak sampah plastik, namun ia belum bisa memastikan hal itu sebagai penyebab kematian paus tersebut.
“Belum bisa dipastikan. Teman-teman sekolah perikanan di Matahora sudah ambil sampel plastik dari perutnya untuk diteliti,” katanya.
Bangkai paus itu direncanakan dikubur Selasa (20/11/2018), di sekitar pantai Kolowawa Desa Kapota Utara saat air pasang sehingga memudahkan menarik bangkai ke darat. Penguburan dilakukan guna mendapatkan spesimen Paus untuk bahan pendidikan dan penelitian di kampus AKKP Wakatobi.
Sebuah video amatir yang beredar di grup WhatsApp memperlihatkan kondisi mengenaskan Paus tersebut.
“Sampah di perut paus ini ada sendal, botol plastik, botol parfum, gelas plastik, tali rafia, penutup galon. Sampahnya juga bukan sampah segar, kemungkinan sudah lama di dalam perut paus ini,” ujar Saleh Hanan, aktivis Yayasan Wakatobi, yang turut dalam evakuasi paus ini dalam video tersebut.
Saleh memperkirakan penyebab kematian paus itu karena sampah plastik yang yang jumlahnya cukup besar, sekitar 5,9 kg.
“Bisa jadi sampah plastik ini jadi penyebab kematiannya. Semua makhluk itu kalau bukan makanannya pasti akan mati. Logikanya begitu, sederhana saja. Saya pernah menulis ini sepanjang perairan ini tentang laut darurat sampah. Ini tak bisa lagi dibantah, paus ini mati karena sampah,” katanya.
Menurut laporan tertulis yang disampaikan BTN Wakatobi, hasil identifikasi isi perut paus yang dilakukan di Kampus AKKP Wakatobi sampah plastik yang ditemukan di dalam perut paus tersebut berupa gelas plastik 750 gr (115 buah), plastik keras 140 gr (19 buah), botol plastik 150 gr (4 buah), kantong plastik 260 gr (25 buah), serpihan kayu 740 gr (6 potong), sandal jepit 270 gr (2 buah), karung nilon 200 gr (1 potong), tali rapia 3.260 gr (lebih dari 1000 potong). Total berat basah sampah adalah 5,9 kg.
Sedangkan Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, Andry Indryasworo Sukmoputro, menyatakan masih berkoordinasi dengan pihak TN Wakatobi, karena terjadi di wilayah kerjanya.
Terkait kemungkinan penyebab Paus tersebut, Andry menyatakan belum bisa memastikan sebelum ada penelitian lebih lanjut. Begitu pun dengan sumber sampah yang berada di perut paus tersebut belum bisa dipastikan berasal dari perairan Wakatobi.
“Menurut saya, karena sperm whale ini termasuk biota laut yang bermigrasi cukup jauh tentunya tidak menjadi judgement bahwa sampah plastik di Indonesia sebagai penyebabnya.”
Dijelaskan Andry bahwa makanan sperm whale ini sendiri terdiri dari banyak organisme perairan dalam. Salah satu mangsa utamanya adalah cumi-cumi besar dengan berat antara 3,5 ons dan 10 kilogram. Selain itu Paus ini juga memakan hiu demersal dan ikan.
“Bisa jadi di mereka menemukan sampah-sampah tersebut di daerah lain yang dianggapnya sebagai makanan. Oleh karena itu kampanye pengurangan marine debris harus terus digalakkan apalagi pasca penyelenggaraan Our Ocean Conference ke-5 di Bali beberapa waktu yang lalu,” katanya.
Penyebab Kematian
Sedangkan Koordinator Nasional Konservasi Spesies Laut WWF-Indonesia Dwi Suprapti yang juga dokter hewan menduga paus sperma itu mati akibat sampah plastik. Namun ia belum dapat menyimpulkan dikarenakan tidak melakukan nekropsi langsung dan belum mendapatkan informasi detail.
“Sehingga tidak mengetahui secara pasti titik persebaran sampah tersebut disaluran pencernaannya dan bagaimana kondisinya, apakah menyumbat, menginfeksi dan lain sebagianya,” katanya kepada Mongabay-Indonesia, Senin (19/11/2018).
Pada beberapa kasus mahluk hidup dapat mengeluarkan benda asing secara alamiah asalkan jumlahnya tidak banyak, tidak menyumbat saluran pencernaan serta tidak menginfeksi atau bahkan meracuni tubuhnya. Sedangkan paus sperma di Wakatobi terdapat sampah plastik basah seberat 5,9 kg.
“Untuk itu adanya indikasi kematian disebabkan oleh asupan cemaran plastik sampah tersebut bisa saja terjadi, namun tidak dapat dipastikan karena tidak dilakukan pengamatan yang komprehensif,” ujarnya.
Pengamatan komprehensif yang tidak bisa dilakukan dikatakan dia dikarenakan kondisi paus sudah kode 4 atau pembusukan tingkat lanjut. Kemudian kondisi paus yang sudah tidak utuh, pembedahan (nekropsi) tidak dilakukan oleh tenaga ahli sehingga analisanya terputus sampai proses temuan saja.