Masuknya Sampah Indonesia Dalam Aplikasi Pencatat Sampah Dunia. Untuk Apa?

Pada Oktober sampai awal tahun, jika arah angin sama dengan tahun-tahun sebelumnya, masyarakat pesisir Selatan Bali akan kembali sibuk membersihkan sampah terdampar. Angin Barat mendorong sampah dari Bali Barat sampai Selatan, ke lokasi obyek wisata populer seperti Legian, Kuta, Jimbaran, dan lainnya.

Untuk itu, kampanye pengurangan sampah laut terus dibuat di Bali. Pada Oktober ini, sejumlah konferensi internasional memberi fokus pada isu ini. Setelah sidang tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia juga ada Our Ocean Conference (OOC) pada 29-30 Oktober di Nusa Dua, Badung, Bali.

Menjelang acara itu, dalam rangka event pungut sampah yakni World Clean Up Day dan International Coastal Cleanup (ICC), Organisasi nirlaba Ocean Conservancy yang berkedudukan di Washington D.C., Amerika Serikat, bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan sejumlah lembaga berkumpul di Pantai Padang Galak, Denpasar, Sabtu (15/9/2018). Sebanyak 1.287 orang relawan berpartisipasi membersihkan pantai dan berhasil mengumpulkan sampah sebanyak 841,53 kg.

Sampah yang terkumpul ini selanjutnya akan dicatat dalam Index Sampah Laut Ocean Conservancy, sebuah basis data sampah laut terbesar di dunia. Ribuan kegiatan bersih laut serupa juga diselenggarakan serentak di seluruh dunia.

Aktivitas memungut sampah dalam rangka World Clean Up Day dan International Coastal Cleanup (ICC) yang dilakukan Ocean Conservancy dan KKP bersama sejumlah lembaga di di Pantai Padang Galak, Denpasar, Sabtu (15/9/2018). Foto : KKP/Mongabay Indonesia

“KKP menyambut baik kerja sama yang dapat mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk turut serta dalam sebuah kegiatan yang memberikan dampak nyata dan langsung pada lingkungan pantai dan laut kita, melalui program Gerakan Cinta Laut (Gita Laut),” ungkap Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi dalam rilis KKP.

Event pungut sampah sebelumnya adalah Aksi Menghadap Laut di 91 titik lokasi di seluruh Indonesia yang melibatkan kurang lebih 50.000 peserta berhasil mengumpulkan sekitar 360 ton sampah laut dan pesisir pada 19 Agustus lalu.

Brahmantya, mengatakan penanganan sampah laut terus dilakukan melalui berbagai kegiatan yang dapat menjangkau lebih banyak kalangan. “Kolaborasi dengan organisasi seperti Ocean Conservancy sangat membantu upaya pemerintah Indonesia dalam pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan, khususnya dalam mengatasi masalah sampah plastik di laut,” katanya.

Sedotan plastik dan tutup botol yang dikumpulkan relawan pungut sampah dalam rangka International Clean Up Day dan World Cleanup Day di Pantai Padanggalak, Sanur, Bali, Sabtu (15/9/2018). Foto: FB Catur Yudha Hariani/Mongabay Indonesia

Menyadari bahwa kegiatan pembersihan saja tidak cukup untuk membendung gelombang sampah plastik ini, Ocean Conservancy memperluas program Trash Free Seas® (Laut Bebas Sampah). Pada OOC 2017 di Malta, Ocean Conservancy dan para mitranya, termasuk Trash Free Seas Alliance®, Closed Loop Partners, PepsiCo, 3M, Procter & Gamble, American Chemistry Councildan World Plastics Council, mengumumkan inisiatif untuk menggalang dana sebesar US $150 juta untuk mendorong perbaikan pengelolaan sampah di kawasan ini.

Nicholas Mallos, Direktur Progam Trash Free Seas® Ocean Conservancy di Sanur, Jumat (14/9/2018) menyebut inisiatif ini untuk Asia Tenggara akan diluncurkan di OOC 2018 di Bali nanti. “Semua punya peran karena tidak ada solusi tunggal,” katanya. Misalnya perusahaan bisa mendesain ulang produknya untuk lebih ramah lingkungan tanpa plastik, pengelolaan sampah, daur ulang, dan bersih laut.

Pihaknya sudah bekerja 33 tahun dengan jutaan relawan, dari kegiatan bersih-bersih pesisir terkumpul sampah sekitar 113 juta kilogram. Setiap tahun diperkirakan 8 juta ton metrik sampah plastik masuk ke dalam laut, di luar sekitar 150 juta ton metrik yang diperkirakan sudah berada di dalam laut. Produksi dan penggunaan plastik diperkirakan akan meningkat 2x lipat dalam 10 tahun mendatang.

Lebih dari 800 spesies satwa laut terdokumentasi terkena dampak dari sampah plastik karena menelannya, terjerat atau melalui transfer kontaminan kimiawi. Lebih dari 25% sampel ikan yang diambil dari pasar-pasar ikan di seluruh dunia mengandung plastik, 59% burung laut seperti albatros dan pelikan dan 100% dari jenis-jenis penyu laut.

Pada 2017 di Asia Tenggara, sampah plastik paling banyak yang dipungut adalah kemasan makanan lebih dari 900 ribu dan sekitar 400.000 puntung rokok.

Kumpulan puntung rokok yang dikumpulkan relawan pungut sampah dalam rangka International Clean Up Day dan World Cleanup Day di Pantai Padanggalak, Sanur, Bali, Sabtu (15/9/2018). Foto: FB Catur Yudha Hariani/Mongabay Indonesia

Tercemarnya laut, tambah Mallos, pasti berpengaruh pada rantai makanan termasuk manusia yang mengonsumsi pangan dari laut. Dalam kegiatan di Bali, juga diluncurkan aplikasi pencatat data sampah global Clean Swell yang dirilis bulan lalu.

Pada 2017, Ocean Conservancy mendukung Pemerintah Indonesia mengumumkan peluncuran Alliance for Marine Plastic Solutions (AMPS), bermitra dengan Trash Free Seas Alliance®.

Inisiatif Circulate Capital diluncurkan tahun ini, khusus digunakan untuk melahirkan dan membiayai berbagai inovasi, perusahaan dan infrastruktur yang dapat mencegah masuknya sampah plastik ke laut. Ocean Consevancy dan Circulate Capital bermitra dengan SecondMuse, sebuah lembaga yang bekerjasama dengan pemangku kepentingan setempat untuk membangun ekosistem kewirausahaan.

SecondMuse telah meluncurkan Ocean Plastic Prevention Incubator yang pertama di Indonesia yakni Jatim. Simon Baldwin, Direktur SecondMuseIndonesia menyebut sedang mengelola program akselerator khusus pengelolaan sampah. Mulai pengumpulan sampah, daur ulang, dan penggunaan kembali. “Kami ingin Indonesia paling banyak solusinya untuk sampah laut buka hanya produksi sampah,” paparnya.

Jatim menjadi percontohan karena memiliki banyak usaha dan fasilitas recycling, unit sampah, kampus karena terkait riset, dan ada dukungan pemerintah daerah. Dari sini, diharapkan terlihat ekosistem pengelolaan sampah yang bisa jadi rujukan di Asia Tenggara.

Andreas A. Hutahaean, Kabid Pemberdayaan Perindustrian Maritim Kemenko Kemaritiman memaparkan strategi Pemerintah untuk menangani masalah sampah di laut melalui Rencana Aksi Nasional (RAN) Pengelolaan Sampah Plastik di Laut 2017-2025, dengan berkomitmen mengurangi sampah laut 70% pada 2025.

Ia menyebut riset dengan Bank Dunia, 150 juta penduduk Indonesia atau hampir setengahnya hidup di pesisir. Namun diperkirakan ada 38 juta ton per tahun sampah ke laut, dan sekitar 30% plastik. Ada 87 kota yang berkontribusi pada 80% sampah laut di Indonesia, dominan Jawa.

Rencana Aksi Nasional ini meliputi 5 komponen yakni perubahan perilaku, pengurangan sampah darat yang tak tertangani, dan penegakan hukum. Pendanaanya juga lintas donor. Menurutnya dalam 2 bulan sejak Mei 2017, sampah bisa diangkut tapi limbah kimiawi sulit. “Sampahnya dijadikan plastic tar road campuran aspal,” sebut Andreas.

Ia mengakui penegakan hukum masih lemah, namun terus didorong upaya plastik berbayar, mendorong pabrik menggunakan material lebih ramah lingkungan, dan aspal campur plastik sejak Juni 2017. Mengolah sampah jadi BBM dan energi dengan proyek percontohan di Tangerang masih sulit karena sampah lebih banyak basah.

Sampah laut terbukti lintas batas dan negara. Ia menyontohkan saat ke Pulau Nipah yang terletak antara Malaysia-Indonesia-Singapura, walau tak berpenghuni hanya ada mercusuar namun banyak plastik. Dari identifikasi produknya berasal dari sejumlah negara seperti China, Singapura, Malaysia, Indonesia, dan lainnya.

Sejumlah warga terlihat memulung di tempat pembuangan sampah (TPA) Kaliori, Banyumas, Jateng, yang kembali dibuka pada pekan lalu. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

Sapta Putra Ginting, Kasubdit Restorasi Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Ditjen Pengelolaan Ruang dan Laut Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara khusus memaparkan rencana OOC di Bali yang membahas tidak hanya soal sampah laut juga climate change, maritime security, blue economy, dan sustainable fisheries.

Konferensi ini dimulai 2014 di Washington dirancang masa Presiden Obama, pelaksanaannya di tiap negara oleh oleh kementerian Luar Negeri dan kementerian teknis. Pada 2015 di Chili, kemudian DC, Malta, lalu tahun 2018 ini di Indonesia. Saat ini sudah terkonfirmasi ada 6 pemimpin dunia yang hadir seperti Presiden Panama, Raja Monaco, Presiden Palau, Timor Leste, dan sejumlah menteri negara.

OOC 2018 akan dibuka Presiden Joko Widodo, dan sejumlah selebritis Hollywood diperkirakan hadir, terutama mereka yang terlibat dalam kampanye lingkungan. Misalnya bintang film Thor dan The Avengers, Chris Hemsworth.

Tinggalkan komentar