Pengembangan Pembangkit Tenaga Sampah Terkendala di Daerah

Pengembangan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) sebagai salah satu solusi mengatasi masalah sampah perkotaan, masih menemui sejumlah tantangan. Salah satunya, adanya persepsi yang kurang tepat dari pemerintah daerah (Pemda) tentang pemanfaatan sampah untuk listrik.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan pengolahan sampah kota menjadi listrik melalui PLTSa memang merupakan bagian dari pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

Namun demikian, dia menegaskan isu sampah kota bukan merupakan isu utama energi, melainkan isu lingkungan.

“Ini bukan isu energi yang dipertanggungjawabkan kepada kami sebagai penanggung jawab sektor. Sampah ini lebih kepada isu daerah, isu lingkungan,” ujar Jonan dalam Rapat Koordinasi Nasional tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Jakarta, Selasa (3/4/2018).

Adanya kesalahan persepsi tersebut, membuat Pemda seringkali beranggapan bahwa penjualan listrik dari PLTSa menggantikan kewajiban Pemda untuk mengelola sampah melalui pembayaran biaya layanan pengelolaan sampah.

Jonan meminta Pemda agar lebih proaktif dalam mengelola sampah. Bila ingin membangun pembangkit listrik berbasis sampah seharusnya Pemda dapat memberikan kelonggaran aturan tipping fee atau dana pengelolaan sampah yang diberikan pada pengembang PLTSa.

“Mohon proaktif dan tipping fee-nya dikasih, sehingga [PLTSa] bisa jalan. Karena kepentingan kota itu yang lebih adalah lingkungan yang bersih dan sehat,” kata Jonan.

Jonan mendorong semua kota besar di Indonesia agar iuran pengelolaan sampah dimanfaatkan untuk kelistrikan. Pemda memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam pengelolaan sampah kota, termasuk mendorong agar pembangunan PLTSa bisa lebih masif.

Adapun Kementerian ESDM, kata Jonan, memiliki kontribusi atas pengelolaan sampah melalui pengaturan harga jual listrik PLTSa dan menugaskan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pembeli listrik.

Sebelumnya, Direktur Perencanaan Korporat PLN Syofvi Felienty Roekman mengatakan pihaknya mendapatkan penugasan untuk membangun sejumlah PLTSa dan sampai saat ini PLN sudah menandatangani nota kesepahaman dengan tujuh pemerintah daerah.

Tujuh pemda yang meneken kesepakatan itu adalah DKI Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Makassar. Namun ternyata, pengembangan PLTSa tidak bisa secepat yang diperkirakan.

“Kalau saya lihat itu beberapa problem-nya ada di tipping fee yang ada di pemda-pemda,” kata Syofvi.

Bagi PLN pengembangan PLTSa merupakan bagian dari pengembangan EBT sehingga, kata Syofvi, PLN memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan PLTSa. Di sisi lain, pengembangan PLTSa juga disebut tidak membutuhkan investasi yang besar.

Menurutnya, terhambatnya pengembangan PLTSa disebabkan ketidaksiapan pemda itu sendiri.

“PLN sifatnya lebih menunggu kesiapan Pemda untuk berprogres. Sudah setahun lebih [tandatangan kerjasama] tapi sampai sekarang belum ada progressnya. Jadi kerja sama dengan Pemda perlu lebih intens,” katanya.

Tinggalkan komentar