Saatnya Sampah Dikelola Swasta “Edi Suripno”

Sejumlah petugas pembersih sampah berbincang di salah satu tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di Jalan Wahidin Kota Cirebon. Volume sampah yang mencpai 500 ton perhari di Kota Cirebon membutuhkan pengelolaan serius, salah satunya dengan melibatkan pihak swasta.
____________________________________________________________________________________________________



Sampah yang jumlahnya sangat banyak di Kota Cirebon hingga 1.500 kubik atau setara 500 ton per hari, membutuhkan penanganan serius agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. Mengingat volumenya yang sangat besar tersebut, dalam penanganannya Pemerintah Kota Cirebon disarankan untuk menggandeng pihak ketiga, agar semua persoalan sampah dapat tertangani dengan baik.

 

Hal itu dikemukakan Ketua DPRD Kota Cirebon, Edi Suripno terkait pengelolaan penanganan sampah di Kota Cirebon yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Edi, Kota Cirebon perlu memiliki alat pengolah sampah secara modern yang miliki kapasitas besar.

“Produksi sampah kita sekarang kurang lebih sudah sekitar 1.500 kubik atau kira-kira 400-500 ton per harinya. Menurut saya perlu adanya kerjasama dengan skema build, operate and transfer (BOT) dengan pihak ke tiga, dalam hal ini pihak swasta. Ini saya menyarankan ke Pemkot, karena anggarannya sangat besar,” kata Edi, Jumat (7/4).

BOT adalah suatu bentuk pembiayaan proyek pembangunan dimana pelaksana proyek harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut serta menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Sebagai gantinya pelaksana proyek diberikan hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya sebagai ganti atas semua biaya yang dikeluarkan untuk selama waktu tertentu.

Menurut Edi, nantinya pihak swasta yang berminat dapat mempresentasikan kepada Pemkot, mulai dari kapasitas, teknik pengolahan, sampai bentuk kerja sama yanga mereka inginkan dalam penanganan pengelolaan smpah tersebut.

Menurutnya, BOT yang berupa kerja sama jangka panjang itu diawali dengan riset dan kajian yang sesuai. Melalui kerja sama jangka panjang dengan skema BOT tersebut, menurut Edi, Pemkot tidak perlu mengeluarkan uang, meski sebagai konsekuensinya untuk jangka waktu tertentu sampah akan dikelola pihak swasta.

“Kalau kita ada 500 ton sehari, maka kita perlu ada satu atau dua alat dengan kapasitas minimal 250 ton. Itu salah satu referensi saja,” tuturnya.

Ditambahkan Edi, semuanya harus dipersiapkan mulai sekarang, seperti riset dan kajian kelayakannya. Dan kalau pun wali kota menyetuji, dirinya berharap pada tahun 2018 nanti proyek tersebut, dapat mulai berjalan.

Sementara, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Agung Sedijono, beberapa waktu yang lalu mengatakan, dalam undang-undang dimungkinkan dengan adanya keterlibatan pihak swasta dalam pengelolaan sampah. Menurutnya, undang-undang memberikan kesempatan keterlibatan swasta dalam pengelolaan sampah mulai mengelola sampah dari sumbernya, pengangkutan ke Tempat Pembungan Akhir (TPA) hingga pengelolaan TPA.

“Sekarang sudah mulai banyak pengelolaan sampah yang melibatkan pihak swasta, contohnya di Kota Batu Malang. Hasil pengelolaannya ada tiga produk yakni bahan bakar, pakan ternak dan pupuk organik, semua itu menggunakan sistem hidrotermal. Hal yang sama juga sudah diterapkan di perumahan elit di Summarecon Tangerang, kita juga berencana akan melihatnya ke sana,” kata Agus.

Agung menjelaskan, saat ini anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan sampah sangat tinggi sekitar Rp 7 miliar. Anggaran sebesar itu, menurut Agus, terbanyak dialokasikan untuk biaya bahan bakar mobil pengungkut sampah. Ia menilai, anggaran penyediaan bahan bakar untuk mobil pengangkut terlalu besar, dan kurang efektif.

Dikatakannya, selama ini TPA memiliki kendala operasional karena alat berat perlu dirawat dan dipelihara dengan biaya operasional yang cukup mahal. Dengan melibatkan pihak ketiga, maka  pihaknya hanya sebatas sebagai instruktur pengawas.

Ia berharap, pengelolaan sampah yang melibatkan pihak ketiga segera dapat direalisasilan, sehingga pada tahun 2018 dapat dijalankan. Saat ini pihaknya tengah menghitung ritasi sampah yang efektif agar sampah dari TPS ke TPA dapat seluruhnya bisa terangkut sesuai jadwal.

“Ditargetkan Kota Cirebon bersih selama 24 jam, maka setiap RW akan dibuatkan regulasi dalam membuang sampah. Jamnya diatur karena kurangnya SDM dimana satu TPS cuma dijaga oleh satu orang,” ujarnya.

Dijelaskannya, penghitungan ritasi tersebut menjadi tolok ukur dalam menentukan perhitungan biaya operasional. Hal itu penting agar bisa diketahui bilamana nantinya sampah akan dikelola pihak swasta. Pihaknya juga berharap, TPA regional yang berada di Kecamatan Ciwaringin sebagai TPA bersama Ciayumajakuning yang dikelola Pemprov Jawa Barat melalui Dinas Lingkungan Hidup Jabar, dapat direalisasikan.

Saat disinggung respon wali kota atas ide tersebut, Agus mengungkapkan, orang nomor satu di Kota Cirebon itu mempersilakan, dengan syarat dilakukan studi ke daerah yang telah menerapkan hal tersebut.

“Dimana kompensasi untuk pihak swasta akan mendapatkan dari penjualan alat putus sementara untuk manajerial dipegang pihak swasta, sehingga efisien. Bahkan jika dengan biaya operasional yang sama pun akan diambil, karena tenaga kerja tidak perlu repot yang sehingga menyita waktu,” pungkasnya. (Hasan Hidayat)

 

SUMBER

Tinggalkan komentar