Komunitas di Haiti Olah Sampah Plastik Jadi Produk Fesyen

Sampah plastik saat ini sudah banyak memenuhi daratan dan perairan dunia. Keberadaannya pun sudah mengancam lingkungan ekosistem, bahkan tebilang sangat mengkhawatirkan. Tak kurang dari 8 ton sampah plastik bermuara di lautan setiap tahunnya. Banyak kerusakan yang disebabkan oleh keberadaan sampah plastik yang sulit terurai, mulai dari pencemaran, hingga merusak kehidupan flora juga fauna yang ada di alam bebas. Dilansir dari BBC, sebuah komunitas di Haiti mengolah sampah-sampah plastik, khususnya botol bekas air mineral, menjadi produk-produk fesyen berkualitas tinggi.

Hal itu dilakukan sebagai upaya mengurangi jumlah sebaran sampah plastik di permukaan bumi. Di wilayah negara tersebut belum ada infrastruktur memadai untuk mengolah dan menampung sampah-sampah masyarakatnya. Awal mula ide ini datang dari seorang pengusaha startup asal Amerika Serikat, Ian Rosenberger, sesaat setelah gempa besar mengguncang Haiti pada 2010 silam. Ia bertekad mengubah sampah yang bercampur dengan reruntuhan bangunan di sana menjadi sesuatu yang memiliki daya jual.

Pertama, sampah botol plastik yang sudah dipilah dihancurkan menggunakan alat tertentu hingga menjadi serpihan-serpihan kecil, kemudian dicuci hingga bersih.  Selanjutnya, serpihan-serpihan botol tersebut akan diproses menggunakan teknologi modern dan diubah menjadi helaian benang filament. Jika sudah, maka campurkan dengan kapas, kanvas, dan karet.  Semua proses itu dibutuhkan untuk mengubah botol-botol plastik bekas menjadi pakaian siap jual.

Proses pembuatan pakaian dari botol daur ulang di Haiti.(BBC)

Tidak hanya pakaian berbagai bentuk, sepatu dan tas juga bisa dihasilkan dari bahan olahan sampah ini. Kemudian, produk ini dijual pada merek-merek tertentu kemudian dijajakan di toko-toko sehingga masyarakat bisa mendapatkannya.

Dalam proses pengerjaannya, Rosenberger  memberdayakan masyarakat lokal. Jadi, secara otomatis proyek yang diinisiasi olehnya ini mendatangkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Haiti. Plastik yang terbuat dari produk-produk minyak kerap terdampak dengan kenaikan harga minyak itu sendiri. Sehingga bagi produsen air mineral misalnya, jika dihitung akan lebih murah memproduksi botol baru daripada harus membeli botol hasil daur ulang.

Sesungguhnya, semakin banyak produk sampah plastik terolah yang dibeli perusahaan, maka semakin banyak sampah akan teratasi. Namun kenyataan hari ini tidaklah demikian. Ini juga yang menjadikan rantai sampah plastik di dunia tidak kunjung menemui garis akhir. Selalu ada produksi baru sementara yang sudah menjadi limbah belum sepenuhnya terolah. “Saya percaya solusi untuk beberapa persoalan besar di dunia adalah dengan membisniskannya,” kata Rosenberger.

SUMBER

 

Tinggalkan komentar