Penanganan Sampah Plastik Tak Sebatas Seremonial ataupun Seminar tapi Action

Pendiri Komunitas Malu Dong, Komang Sudiarta atau yang biasa disapa Komang Bemo, ketika ditemui di areal Denpasar Festival ke-XI mengatakan Perwali Nomor 36 Kota Denpasar tentang pembatasan penggunaan kantong plastik tidak akan bisa berjalan maksimal.

“Buat aturan tapi di lapangan efek jera tidak ada. Seharusnya ada pengawasan dan juga efek jera,” kata Bemo, Sabtu (29/12/2018).

Seharusnya menurutnya penanggulangan sampah plastik harus dimulai dari tingkat keluarga dan juga tingkat sekolah.

“Harusnya hal ini dimulai dari sekolah-sekolah. Kasi mereka solusi bagaimana mengelola sampah plastik. Begitulah yang dilakukan oleh Jepang yaitu membentuk kedisiplinan yang utama,” katanya.

Hal ini disebabkan karena siswa merupakan tunas yang akan menjadi penerus.

Sehingga generasi peneruslah yang diutamakan untuk diubah mindset-nya sehingga kedepannya akan menjadi lebih baik.

Selain itu ia juga menyoroti belum adanya edukasi yang serius di rumah tangga.

“Harusnya diatur kapan buang sampah ke TPA, sampah apa saja yang bisa dibuang saat jam tersebut. Tapi sekarang banyak yang ingin cepat dengan sosialisasi dengan banyak seremonialnya,” katanya menyindir.

Ia menyarankan kenapa tidak membuat tim di setiap desa untuk penanganan sampah plastik ini.

“Buat tim di desa, mereka dikasi pelatihan. Kan sekarang ada dana desa. Belikan tempat sampah, berikan kesejahteraan untuk tim ini,” katanya.

Namun saat ini ia banyak melihat acara seminar tentang sampah plastik tanpa action.

“Habis dana itu hanya untuk seminar tapi tak ada action. Penanganan sampah saat ini bukan soal seminar, penanganan sampah harus langsung action,” katanya dengan semangat.

Bahkan dalam organisasinya yaitu Komunitas Malu Dong, hal pertama yang perlu diperhatikan yaitu alam.

“Alam adalah satu manifestasi Tuhan. Kita harus menjaganya. Untuk apa kita taat sembahyang tetapi membuang sampah sembarangan?” katanya.

Ia juga menyarankan pada setiap wilayah yang dilewati sungai untuk memasang jaring.

Dengan demikian, setiap daerah punya rasa tanggung jawab dan sampah tidak menumpuk di hilir.

“Kita menjual pariwisata dan produk yang ditonjolkan yaitu alam sehingga mental masyarakat harus diperbaiki. Banyak tamu kecewa yang datang ke Bali dikarenakan adanya sampah ini,”

SUMBER

Tinggalkan komentar