Penghuni Lapas Ini Aktif Produksi Pupuk Kompos, Hebat!

penghuni-lapas-ini-aktif-produksi-pupuk-kompos-hebat

Siapa bilang penjara pasti membatasi gerak dan memadamkan semangat hidup? Salah seorang penghuni lapas di Sidoarjo bernama Mulyadi ini malah bebas berkarya dengan melanjutkan hobinya, bercocok tanam.

Dikutip dari jawapos, pria ini juga mengajak rekan-rekannya untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan memproduksi pupuk kompos. Alhasil, lahan tandus berubah penuh tanaman yang menghijau. Kondisi areal brandgang Lapas Kelas II-A Sidoarjo yang berdekatan dengan dapur kini tidak kumuh seperti dulu. Wilayah selatan bui yang sebelumnya penuh karung tumpukan sampah itu telah disulap menjadi lingkungan yang asri.

Puluhan tanaman dalam media polybag berjajar rapi. Ada beragam tanaman buah dan sayuran. Mulai terong, cabai keriting, sampai cabai rawit. Ada pula pohon delima yang berbuah cukup lebat. Di lahan lain, ada deretan tanaman sawi yang baru ditanam dan mulai tumbuh tinggi.

Semua tanaman tersebut tampak subur. Lahan untuk menanam sawi yang sebelumnya kering dan banyak batu sekarang telah berubah. Agar bisa ditanami, tanah gragal itu dicampur pupuk kompos. Begitu juga tanah di polybag. Telah bercampur dengan kompos.

Kasubsi Bimbingan Kerja (Bimker) Lapas Kelas II-A Sidoarjo Andik Prasetyo menyatakan, Mulyadi merupakan sosok di balik pembuatan pupuk kompos itu. Sejak menjadi penghuni lapas pada Januari 2015 karena terjerat kasus korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi (P2SEM), Mulyadi antusias untuk memproduksi pupuk dari bahan organik tersebut.

Saat ditemui Jawa Pos Selasa, 7 Februari 2017, Mulyadi sibuk mengaduk sampah basah dari berbagai sisa sayuran dan kulit buah di salah satu bak produksi pupuk kompos. Tidak ada masker yang menutupi wajahnya. Kedua tangannya pun tak dilindungi sarung plastik.

Bau menyengat dari sampah yang mulai membusuk di bak lain tak mengusiknya. Pria 63 tahun itu betah berlama-lama di depan bak pengolahan pupuk kompos buatannya. Sesekali Mulyadi bahkan melongok ke bak pupuk setengah jadi yang berbau tidak sedap tersebut. ’’Wis (sudah) kebal. Sudah terbiasa dengan baunya,’’ kata pria kelahiran Yogyakarta itu, lantas tersenyum ramah.

Petugas dan penghuni lapas lain paham soal keahlian dan kebiasaan penghuni blok B tersebut. Mereka yang ingin bertemu Mulyadi tinggal menuju ke areal brandgang (lorong bagian tembok kedua) lapas. Di tempat itulah pria yang dulu menjadi dosen salah satu perguruan tinggi di Surabaya tersebut kerap menghabiskan waktu.

Biasanya dia berada di lokasi pembuatan pupuk dan areal pertanian itu mulai pukul 08.00. Pada pukul 11.30, dia kembali lagi ke blok karena waktunya blok tutup. Siang sekitar pukul 13.00 sampai pukul 14.30, dia kembali ke sana. “Jika diizinkan seharian di sini, juga betah,’’ ujarnya, lalu tertawa.

Mulyadi mengungkapkan awal mula dirinya membuat kompos. Dia membuat kompos tidak untuk tujuan komersial, tapi lebih pada kepedulian lingkungan. Saat itu, dia melihat banyaknya sampah basah yang ditumpuk begitu saja di sisi lapas. Akibatnya, keadaan lapas terlihat kumuh.

Menurut dia, tiap hari sampah dari sisa sayuran atau bahan basah lainnya cukup banyak. Ada 4–5 karung. Sampah-sampah itu sering sampai membusuk sebelum truk sampah datang untuk mengangkutnya.

Padahal, tumpukan sampah itu menyimpan potensi dan manfaat untuk pertanian. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos untuk berbagai tumbuhan di areal lapas. Lebih luas, hasil kompos yang melimpah juga bisa menunjang program urban farming di Kota Delta. “Kegiatan ini juga bisa mengedukasi warga binaan,’’ jelasnya.

Setidaknya, para napi dan tahanan yang menimba ilmu tentang pembuatan kompos dari Mulyadi memiliki bekal saat nanti keluar bui. Ketika bebas, mereka bisa memproduksi kompos sendiri. Hasilnya bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan begitu, mantan napi yang telah merdeka memiliki harapan hidup yang lebih baik.

Tidak lama lagi Mulyadi bebas dari bui. April nanti dia menghirup udara bebas. Alumnus fakultas pertanian yang bergelar insinyur pertanian itu telah menuntaskan masa pidananya selama lebih dari dua tahun. Saat ini dia terus mencari napi baru yang mau “mewarisi’’ produksi kompos di penjara. “Sudah ada tiga orang yang mau belajar,’’ ucap Mulyadi.

Dia menegaskan, pembuat kompos harus bermental baja. Tidak jijik dengan sampah atau bahan organik lain yang menjadi bahan dasar kompos. ’’Kalau memotong sisa sayuran saja, gampang. Tapi, ngaduk-aduk (kompos yang bau, Red), itu agak susah kelihatannya,’’ ungkapnya.

Namun, dia yakin tantangan itu bisa dilewati warga binaan yang benar-benar peduli lingkungan.

Sejak di luar bui, Mulyadi memang peduli lingkungan. Dia juga aktif membuat kompos. Bahkan, dia sering memberikan pelatihan di sekolah-sekolah tentang pembuatan pupuk organik tersebut. Kecintaannya pada lingkungan menumbuhkan cita-citanya untuk tetap menjadi praktisi pertanian selepas dari bui.

SUMBER


 

MESIN PENCACAH SAMPAH ORGANIK

Kapasitas : 

50 kg – 1200 kg bahan baku / jam

Spesifikasi : 

  • Merk : Aneka Mesin
  • Material  tabung : Plat besi
  • Material rangka : Besi UNP
  • Material pisau : Baja dikeraskan
  • Jumlah pisau : disesuaikan dengan kapasitas kerja mesin
  • Penggerak : Diesel atau Motor listrik

INFO MESIN SELENGKAPNYA

Tinggalkan komentar