Haruskah Kita Membersihkan Sampah Sendiri?

Saat membawa makanan ke dalam bioskop, haruskah penonton merapikan sampah bekas makanannya sendiri? Pertanyaan ini menjadi debat di antara warganet.

Debat ini bermula dari akun resmi Cinema 21 yang memposting anjuran untuk tidak meninggalkan sampah bekas makanan dan minuman di kursi bioskop.

“Yuk bantu petugas bioskop dengan membantu membuangkan sampah makanan minuman ke tempat sampah yang ada di luar bioskop,” kata akun Cinema 21 di Instagramnya yang diikuti 176 ribu pengikut.

Ajakan itu ditanggapi dengan pro dan kontra. Mereka yang tidak setuju mengatakan bahwa membersihkan bioskop memang kewajiban petugas kebersihan.

“Kalau bantu petugas digaji nggak min? Atau dapat cashback makanan dan minumannya, udah bayar tiket, beli makan dan minum, suruh bantu-bantu juga, kebangetan,” kata akun rizky_habib di Instagram Cinema 21.

Pelanggan lain beralasan bahwa harga makanan dan minuman di Cinema 21 terlalu mahal. “Wajar gue buang sampah sembarangan. Mineral aja harga 4x lipat. Gue sih sengaja gue hambur-hamburkan,” kata pemilik akun Instagram arieindinesia.

“Apa salahnya sih kita meringankan beban mereka. Plis ba jangan kayak begitu. Mentang-mentang ada petugasnya mba berlaku seenaknya. Bukan begitu. Buang sampah bekas kita ya kita sendiri yang wajib membuang dan membersihkan. Petugas hanya membantu saja,” kata akun anggan.perwiran.

Perlu rekayasa sosial
Menurut pengamat pendidikan Darmaningtyas, diperlukan adanya infrastruktur untuk ‘memaksa’ orang mengubah perilakunya. Dia mengakui bahwa masyarakat Indonesia masih banyak yang tidak mengerti pentingnya mengantre maupun membuang sampah sembarangan.

“Infrastruktur fisik sangat berpengaruh pada terbentuknya rekayasa sosial, tidak bisa hanya berharap orang sadar sendiri,” kata Darmaningtyas saat dihubungi oleh BBC News Indonesia.

Dia mencontohkan, agar masyarakat terbiasa antre, harus disediakan pembatas atau tempat untuk mengantre, dan petugas untuk mengawasinya. “Contohnya seperti di Transjakarta,” kata dia.

Pendidikan juga memegang peran penting, tapi tidak hanya dari sekolah.

“Pendidikan yang efektif harus diiringi dengan penegakan hukum, misalnya pemerintah menetapkan denda yang konsisten untuk mereka yang membuang sampah sembarangan di ruang publik, sehingga orang-orang akan terbiasa,” kata dia.

Pendidikan di sekolah, menurutnya, hanya memegang sepertiga peran. “Ada tiga pusat pendidikan, menurut Ki Hajar Dewantara, yaitu di keluarga, sekolah dan masyarakat,” kata dia.

“Saya percaya bahwa keluarga adalah basis pendidikan yang paling kuat. Tapi banyak keluarga yang hanya menyerahkan pendidikan anak-anaknya di sekolah,” kata dia.

SUMBER

 

Tinggalkan komentar