
Dana kas daerah hingga belasan miliaran belum optimal digunakan untuk keperluan pembangunan bank sampah. Pasalnya, dari 911 titik bank sampah yang ada ternyata hanya 200 titik yang produktif. Sisanya sebanyak 711 lokasi mati suri.
”Penyebabnya, karena masih terbilang baru. Jadi para pengurusnya masih butuh pembinaan,” terang Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kota Bekasi Sugiono, Senin (30/10).
Sugiono mengaku, baru ada 200 titik pengolahan bank samah yang benar-benar produktif. Padahal, pendirian bank sampah sudah dilakukan hingga 911 titik di setiap lingkungan waarga. Sisanya, kata dia juga, sebanyak 711 titik lagi masih dalam pembinaan. Sosialisasi seperti pelatihan penimbangan, pemilahan, daur ulang hingga komposting dilakukan secara bertahap.
Biasanya dalam proses pemilahan, kata Sugiono juga, antara sampah organik dan non-organik harus tepat. Agar nantinya sampah non-organik tersebut bisa bernilai ekonomis. ”Sampah tersebut bisa dijual pada pengusaha atau pengepul sampah plastik. Hasilnya pun bisa langsung dinikmati oleh warga di sekitar bank sampah,” katanya.
Hanya saja, ujar Sugiono lagi, untuk proses komposting atau pembuatan kompos dan daur ulang masih cukup sulit dilakukan warga. Sehingga, kata dia, pihaknya masih melakukan pendampingan ke sejumlah titik bank sampah. Targetnya, seluruh bank sampah bisa berfungsi untuk mengurangi sampah.
Sejauh ini, pemanfaatan bank sampah berguna untuk mengurangi beban sampah yang ada di masyarakat. Apalagi, saat ini jumlah sampah warga Kota Bekasi 1.600 ton yang seharusnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumur Batu, Bantargebang. Tapi berkat bank sampah jumlah sampah warga Kota Bekai berkurang 20 persen. ”Bisa mengurangi beban TPA yang saat ini sudah overload,” katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas LH Kota Bekasi Jumhana Luthfi menambahkan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), pemerintah daerah setempat menargetkan bisa membangun 1.013 titik bank sampah terbentuk dalam jangka waktu lima tahun.
Karena itu, pemerintah pun rela mengucurkan dana Rp20 juta untuk satu titik bank sampah. Sehingga kalau ditotal untuk pembuatan 911 titik bank sampah mencapai Rp 18 miliar. ”Bentuknya memang pinjaman, ini adalah upaya untuk mengejar target RPJMD,” ujarnya.
Namun, Luthfi pun mengakui, optimis bisa meningkatkan kualitas ratusan bank sampah yang belum aktif. Makanya, saat ini pihaknya sudah bekerjasama dengan Dinas Usaha Masyarakat Kecil Menengah (UMKM) sebagai sarana pemasaran barang hasil daur ulang warga.
Bahkan, banyak pihak perbankan menawarkan diri untuk bekerjasama dalam sistem pencatatan uang masuk dan keluar dari bank sampah. ”Sudah ada bank swasta yang sudah mulai proses kerja sama, wadah penjualan barang daur ulang pun sudah ada,” tandasnya. (dny).