Setiap tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah. Namun sampai saat ini masalah sampah anorganik, khususnya plastik masih menjadi isu lingkungan yang tak hanya terjadi di kota-kota besar dunia. Namun juga di berbagai daerah di Indonesia. Banyak lembaga, komunitas atau perorangan yang mencoba mengurangi penggunaan sampah plastik dengan program-program yang kreatif.
Salah satu sosok kreatif yang memanfaatkan sampah plastik itu adalah Abdul Latif Apriaman. Laki-laki dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak ini berhasil memanfaatkan sampah plastik rumah tangga untuk mengedukasi anak-anak di Kelurahan Taman Sari, Ampenan, Lombok.
Ia memanfaatkan botol dan gelas air mineral untuk membuat Wayang Botol. Wayang botol ini adalah modifikasi dari Wayang Sasak yang terbuat dari kulit hewan yang harganya cukup tinggi. Satu perangkat wayang kulit bisa berharga sekitar 200 jutaan rupiah.
Kepada Trubus.id, ia menceritakan, berdirinya Sekolah Pedalangan Wayang Sasak pada 2015, berawal dari keprihatinannya soal jumlah dalang Wayang Sasak yang semakin hari semakin berkurang jumlahnya.
“Selain itu jumlah pertunjukan wayang sasak juga semakin jarang. Selama itu munculnya dalang kebanyakan lahir secara biologis. Artinya mereka berasal dari kerabat dalang, kalau bukan cucunya atau anaknya dalang, ” katanya.
Laki-laki yang juga jurnalis ini yakin, ilmu mendalang itu bisa ditransfer kepada orang yang tidak berkaitan langsung dengan keturunan dalang atau tokoh-tokoh pedalangan.
Sampai hari ini Sekolah Pedalangan Wayang Sasak telah melakukan pentas sebanyak 60 kali di berbagai daerah. Dalam perjalanan pentasnya muncul ide untuk membuat wayang botol. Selain harganya lebih murah, materi botol bisa didapat dengan mudah. Ia menceritakan hampir di tiap keluarga terdapat sampah botol dan gelas plastik bekas air kemasan.
Dari bahan-bahan sederhana ini tampilan wayang botol malah tampak lebih menarik, dibanding wayang kulit ketika dimainkan. Karena wayang botol bahannya transparan dan bisa diwarnai. Sementara wayang sasak dari kulit munculnya hanya berbayang hiam putih.
“Dan ternyata ini yang menjadi salah satu daya tarik penonton. Penonton utama wayang botol ini adalah anak-anak. Wayang Sasak ini masih bisa diterima dan anak-anak ini yang paling bersetia, bertahan saat menonton. Mereka yang mengapresiasi paling jujur, duduknya paling depan, terbengong-bengong, ketawa-tawa melihat adegan, bayangan bergerak-gerak, “katanya.
Apriaman optimis Wayang Sasak masih bisa diterima oleh publik, meskipun selama ini memang mulai surut karena harus berkompetisi dengan gadget.
Perjalanan berikutnya, Sekolah Pedalangan Wayang Sasak membuat Sanggar Anak Semesta. Di sanggar ini anak-anak belajar bermain teater dan tentu saja belajar membuat wayang botol yang bahannya dari sampah plastik.
“Wayang botol baru tiga bulan. Awalnya kami diminta untuk menemani anak-anak di tiga sanggar di tiga desa di Lombok. Kami membuat gerakan Sibatur ( simak, baca tulis tutur). Dari sini muncul fakta menarik, tidak benar anak-anak ini tidak suka membaca.
Ia yakin dengan cara yang menyenangkan, anak-anak punya ketertarikan yang besar untuk membaca. Dengan program Sibatur ini, anak-anak dibekali satu buku catatan harian, tempat untuk mencatat buku apa yang sudah mereka baca, ceritanya apa, semacam resensi sederhana. Mereka juga mencatat mimpinya, apa yang ingin mereka lakukan dan yang telah dilakukan.
“Di bagian bertutur, anak-anak ini diajari dengan wayang yang mereka buat sendiri. Kami mengajari membuat wayang. Di situlah ketemu wayang botol, wayang tiga dimensi yang lebih menyenangkan bagi anak-anak, ” tambahnya.
Menurutnya wayang botol masih belum sempurna karakternya. Ia merasa perlu masukan dari teman-teman perupa untuk kostum agar hasilnya lebih menarik. Wayang-wayang botol yang ada sekafang ini adalah hasil karyanya bersama istrinya.
Selain memakai botol dan gelas air kemasan, ia juga memanfaatkan stereofom yang tak bisa terurai di tanah untuk membentuk wajah, hidung dan mata. Untuk baju,rencananya akan memanfaatkan bungkus deterjen yang lebih lebar.
“Semua bagian yang dipakai untuk wayang botol itu tak ada bagian yang dibuang. Limbahnya tidak ada, minim sekali, ” katanya.